Hukum ‘Aqiqah adalah sunnah (mustahab). Disunnahkan untuk melaksanakan ‘aqiqah pada hari ketujuh setelah kelahiran, sebagaimana hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abū Dawūd, AtvTirmidzi, An Nassa’i, Ibnu Majah dan yang lainnya.
Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ta’ala ‘anhu, Rasūlullah shallallahu ‘alayhi wa sallam. bersabda:
كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بَعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَومَ سَابِعِهِ و يٌحلَقُ ويُسمَّى
“Setiap anak tergadaikan dengan ‘aqiqahnya, disembelihkan hewan ‘aqiqah pada hari ketujuh, dicukur dan diberi nama.”
At Tirmidzi setelah mentakhrij hadits ini beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih, menurut para ulama pelaksanaannya berdasarkan hadits ini, mereka mengajurkan penyembelihan ‘aqiqah dilakukan pada hari ketujuh, jika belum mampu maka pada hari keempat belas dan jika belum bisa juga maka pada hari kedua puluh satu.”
Tiga hal yang dilakukan pada seorang anak di hari ke tujuh yaitu ‘aqiqah, dicukur dan diberi nama.
Adapun untuk pemberian nama “Boleh memberi nama seorang anak pada hari pertama kelahirannya”
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ta’ala ‘anhu, beliau berkata bahwasanya Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وُلِدَ لِي اللَّيلَةَ غُلَامٌ فَسَمَّيتُهُ بِاسمِ أَبِي إبراهيم
“Tadi malam aku dikaruniai seorang anak, lalu aku beri nama dengan nama bapakku, Ibrahim.”
⇒ Jadi Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam langsung memberi nama puteranya malam itu dengan nama Ibrahim (jadi tidak harus menunggu hari yang ketujuh).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَٰزَكَرِيَّآ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَٰمٍ ٱسۡمُهُۥ يَحۡيَىٰ لَمۡ نَجۡعَل لَّهُۥ مِن قَبۡلُ سَمِيّٗا
“Wahai Zakariyya’ ! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.” (QS Maryam: 7)
‘Aqiqah dilakukan dengan memotong dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Hadits yang membicarakan hal itu banyak dan keseluruhan hadits tersebut adalah shahih diantaranya Sunnan An Nassa’i, Sunnan Abi Dawūd dan disebutkan oleh Syaikh Albaniy rahimahullah di dalam kitab Irwa-ul Ghalil.