Ceramah.org – Kita akan membahas hadits tentang jual beli gharar, hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala ‘anhu.
Beliau mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ .
“Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam melarang jual beli hashat dan jual beli gharar.” (Hadits shahih riwayat Muslim nomor 1513)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa hadits ini merupakan ungkapan yang jami’, (yaitu) satu ungkapan yang maknanya menyeluruh bagi semua gharar.
Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam melarang semua jual beli yang di dalamnya terdapat unsur gharar.
Gharar adalah: المخاطرة و جهله , ketidakjelasan dan adanya kondisi untung rugi yang tidak bisa diprediksi.
Contoh Jual Beli Gharar
- Seseorang menjual barang dan barang tersebut tidak bisa diketahui, apakah bisa diperoleh oleh pembeli atau tidak. Misalnya:, Membeli seorang budak yang telah kabur dari penjualnya, sehingga pembeli tidak tahu apakah bisa menangkapnya (mendapatkan budak tersebut) atau tidak.
- Menjual barang yang telah diambil (dibeli) oleh orang lain. Jadi dijual lagi barang tersebut, Pembeli tidak mengetahui apakah barang yang sudah dia beli bisa diperoleh kembali atau tidak. Disini ada ketidakjelasan dalam untung atau rugi. Kalau barang tersebut bisa pembeli dapatkan maka pembeli beruntung, tetapi jika barang tersebut tidak bisa didapatkan maka pembeli rugi karena dia telah membayar (menyerahkan uang) untuk barang yang dia tidak dapatkan.
Maka ini diistilahkan sebagai: بَيْعِ الْغَرَرِ , yaitu jual beli yang di dalamnya terdapat unsur ketidakjelasan dalam untung atau rugi.
Jual beli gharar ini banyak bentuknya. Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam mencontohkan di dalam hadits ini dengan; بَيْعِ الْحَصَاةِ , yang diartikan kerikil, namun maknanya adalah seseorang menjual barang dengan mengatakan kepada pembeli;
- Silahkan kamu melempar dengan kerikil ini kearah barang mana saja, nanti barang yang terkena lemparan, barang itu akan menjadi milikmu (pembeli).
- Dia menjual tanah dengan mengatakan kepada pembelinya, “Silahkan melempar dengan kerikil ini.” dan tanah yang akan diserahkan kepada pembeli tersebut sejauh lemparan kerikilnya (pembeli).
Tidak peduli apakah dibayarkan dengan harga yang tinggi atau harga yang rendah yang jelas akan diserahkan sesuai dengan sejauh mana kerikil itu jatuh, maka ini ada unsur gharar (ketidakjelasan).
Dimana pembeli bisa mendapatkan barang lebih banyak dari harga yang dia bayarkan atau barang yang dia dapatkan lebih sedikit dari uang yang dia serahkan. Dia berada dalam kondisi untung atau rugi dan ini serupa dengan maysir (perjudian).
Oleh karena itu “Bahwasanya gharar masuk dalam kategori maysir (perjudian).” Kenapa?
Karena di dalam gharar tersebut ada unsur ketidakjelasan dalam jual beli, dalam untung atau rugi. Ibarat orang yang berjudi, dia tidak tahu apakah dia akan menang atau kalah.
Di antara hikmah yang diberikan oleh syariat ini ketika melarang jual beli gharar adalah agar tidak menimbulkan permusuhan di antara penjual dan pembeli, karena seandainya salah satu dari mereka merasa dirugikan tentunya mereka akan menuntut kepada pihak lain, karena salah satu dari mereka merasa dirugikan sehingga akan terjadi perdebatan, persengketaan di antara keduanya. Oleh karena itu jual beli gharar dilarang.
Dan para ulama telah mensyaratkan beberapa hal di dalam transaksi jual beli, di antaranya:
- Jual beli harus jelas bentuk, sifat dan harga barang yang akan dijual, karena jika tidak jelas maka termasuk gharar.
- Orang yang melakukan transaksi jual beli harus memiliki kriteria cakap dalam bertransaksi, diizinkan dalam bertransaksi secara syar’iat. Yaitu terpenuhi usia (baligh, berakal) serta memiliki kecakapan dalam mengelola keuangan.
- Harus jelas batas waktu pembayaran harga dan penyerahan barang yang akan dijualbelikan.
Seandainya barang dijanjikan untuk diserahkan dikemudian hari atau dibayar kemudian hari, maka jatuh temponya harus jelas. Harus disepakati di awal akad, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Dilarang Melakukan Jual Beli Gharar
Jual beli gharar termasuk jual beli yang dilarang dan bentuk-bentuknya beraneka ragam di antaranya adalah:
- Menjual barang yang belum ada atau barang yang tidak ada dan tidak disifatkan barangnya.
- Menjual barang yang sebenarnya ada tetapi tidak bisa diperoleh (seperti) budak yang telah kabur sehingga pembeli harus menangkap (mencari) sendiri budak tersebut.
- Menjual barang yang tidak diketahui sifat, jenis dan dzatnya.
Syar’iat telah menetapkan ketentuan-ketentuan agar jual beli yang dilakukan merupakan jual beli yang didasari atas keridhaan dan tidak menimbulkan kemudharatan.