Ceramah.org – Dijelaskan dalam hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjelaskan dalam sabdanya:
وصيام يوم عاشوراء أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله
“Dan berpuasa pada hari Asyura itu, aku berharap kepada Allah agar bisa menghapus (dosa-dosa) setahun sebelumnya (yakni setahun yang lalu).”
Dalam riwayat lain disebutkan dengan lafadz:
يكفر الستة الماضية
“Akan menghapus (dosa-dosa/kesalahan) setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162/196)
1 Puasa Asyura 10 Muharram
Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa keutamaan puasa 10 Muharram adalah menghapuskan dosa setahun yang lalu.
Sungguh mulia sekali puasa pada 10 Muharram (hari Asyura). Namun sebaiknya disertakan puasa tanggal 9 Muharram (hari Tasu’a) agara lebih menambah nilai kemuliyaan puasa tersebut. Sebab diantara hikmah puasa tanggal 9 Muharram adalah untuk menyelisihi puasa Yahudi.
Jadi bagusnya puasa dua hari sekaligus yaitu 9 dan 10 Muharram, tahun ini bertepatan dengan 9 dan 10 September 2019.
Adapun tentang hukum puasa ini, dijelaskan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah: “Para ulama telah sepakat, bahwa Puasa Asyura itu hukumnya adalah sunnah/tidak wajib.” (Syarh Shahih Muslim, 8/4)
2 Puasa Tasu’a 9 Muharram
Tasu’a adalah tanggal 9 Muharram. Dinamakan demikian, diturunkan dari kata tis’ah [Arab: تسعة] yang artinya sembilan.
Pada tanggal 9 Muharram ini kita dianjurkan puasa, mengiringi puasa Asyura di tanggal 10 Muharram besok harinya. Agar puasa kita tidak menyamai puasa yang dilakukan Yahudi, yaitu pada tanggal 10 Muharram saja.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Nabi ﷺ melaksanakan puasa Asyura dan beliau perintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu, ada beberapa sahabat yang melaporkan:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Jika datang tahun depan, insyaaAllah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram).”
Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai Muharram tahun depan, Rasulullah ﷺ sudah wafat.” (HR. Muslim 1916).
Dari Hadits atas, bisa kita ambil pelajaran,
- Pertama, tujuan Nabi ﷺ melaksanakan puasa Tasu’a adalah untuk menunjukkan sikap yang berbeda dengan orang Yahudi. Karena beliau sangat antusias untuk memboikot semua perilaku mereka.
- Kedua, Nabi ﷺ belum sempat melaksanakan puasa itu. Namun sudah beliau rencanakan. Sebagian ulama menyebut ibadah semacam ini dengan istilah sunah hammiyah (sunah yang baru dicita-citakan, namun belum terealisasikan sampai beliau meninggal).
- Ketiga, fungsi puasa tasu’a adalah mengiringi puasa asyura. Sehingga tidak tepat jika ada seorang muslim yang hanya berpuasa tasu’a saja. Tapi harus digabung dengan asyura di tanggal 10 besoknya.
3 Jika Puasa Asyura Jatuh Pada Hari Jum’at atau Sabtu
Dimana ada dalil dalil yang shahih tentang larangan puasa di hari sabtu kecuali puasa wajib / Ramadhan. Apakah kita tetap melakukan shaum di hari tersebut atau hanya di 9 dan 11 Muharram saja?
Berkenaan dengan puasa Asyura, muncul keraguan tentang pengamalannya, dan sebab munculnya keraguan adalah karena hadits dari Abdulloh bin Bisr yang diriwayatkan oleh Ashhabus-Sunan kecuali Imam An-Nasai;
لا تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلا فِيمَا افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ أَحَدُكُمْ إِلا لِحَاءَ عِنَبَةٍ ، أَوْ عُودَ شَجَرَةٍ فَلْيَمْضُغْهُ
“Janganlah kalian berpuasa pada sabtu, kecuali untuk puasa yang Allah wajibkan. Jika kalian tidak memilliki makanan apapun selain kulit anggur atau batang kayu, hendaknya dia mengunyahnya” [HR Tirmidzi 744, Abu Daud 2421, dan Ibnu Majah 1726]
Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini adalah Hadits Hasan, beliau juga menjelaskan dalam Jami’ Tirmidzi mengenai sebab pelarangannya ;
هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ ، وَمَعْنَى كَرَاهَتِهِ فِي هَذَا أَنْ يَخُصَّ الرَّجُلُ يَوْمَ السَّبْتِ بِصِيَامٍ لأَنَّ الْيَهُودَ تُعَظِّمُ يَوْمَ السَّبْتِ
Hadis ini hasan. Makna larangan beliau صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّم disini adalah seseorang mengkhususkan puasa di hari sabtu. Karena orang yahudi mengagungkan hari sabtu.
Di sisi lain, islam pun melarang puasa di hari agungnya umat islam, yaitu hari jum’at kecuali jika diiringi sehari sebelum atau setelahnya, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Imam Bukhori & Muslim;
لا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلا يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَه
“Janganlah kalian melakukan puasa pada hari jumat saja, kecuali jika dia iringi dengan puasa sehari sebelumnya atau setelahnya” [Muttafaqun ‘Alaihi]
Hadits diatas menjelaskan tentang bolehnya berpuasa di hari setelah Jumat, yakni sabtu, sekaligus bantahan terhadap kesimpulan sebagian orang dri hadits Abdulloh bin Bisr yang menjelaskan bolehnya puasa pada hari sabtu untuk puasa wajib saja, alias puasa ramadhan saja. Karena dalam hadits Abu Hurairah tidak dikatakan dalam bulan ramadhan.
Karenanya kita bisa simpulkan makna lafal hadits Janganlah kalian berpuasa pada sabtu, kecuali untuk puasa yang Allah wajibkan Adalah puasa yang Allah & RasulNya syari’atkan, serta bukan dalam rangka mengagungkan hari sabtu sebagaimana kebiasaan Yahudi.
Jadi ketika didapati seseorang puasa pada hari sabtu karena bertepatan dengan puasa 2 bulan berturut-turut dalam rangka membayar kafaroh disebabkan berhubungan intim siang hari saat ramadhan, atau puasa daud yang jadwalnya bertepatan dengan hari sabtu, atau puasa asyura yang juga bertepatan hari sabtu bukanlah sesuatu yang salah, dan bukan dalam rangka melanggar hadits Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّم tentang larangan puasa pada hati sabtu. Itu semua lebih pada pengamalan syariat lain yang memang ada sumber hukumnya.
Kesimpulannya, pada tanggal 10 muharram jika jatuh pada hari sabtu tetap dianjurkan untuk puasa. Bagi yang ingin berpuasa sejak tgl 9 muharram boleh, sebagaimana Hadits Ibnu ‘Abbas
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ
“Jika sampai tahun depan, Insya Allah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram)” [HR Muslim 1916]
Pun bagi orang yang ingin berpuasa di tanggal 10 muharram saja atau di hari sabtu besok juga boleh, sebab yang membuat kita puasa bukanlah hari sabtunya, melainkan 10 muharram nya. Sesuatu yang ada dasarnya.